Momentum of Islam

Who Knows?

   

  “Breet…” Dani mengeluarkan uang kertas berlapis-lapis dari dompet kesayangannya. Semua mata memandang kearah Dani. Bukan cuma karna Dani orangnya cakep dan otaknya juga encer. Tapi Dani juga tajir. Usaha ayahnya berkembang dengan pesat, menjadikan dia sebagai pangeran sekolah yang diidolakan banyak cewek. Tanpa menghiraukan pandangan setiap orang yang ada, lalu Dani menyelipkan uang itu terang-terangan ke arah Rian.

      “Elo yakin Dan, mau ikut taruhan 3 juta?” tanya Rian, si Bandar taruhan.

      “Iya… Gue yakin, bentar lagi jagoan gue, Barcelona bakalan menang.” ujar Dani meyakinkan pada teman-temannya  yang ada dikelas saat itu. Ada yang manggut-manggut dan ada pula yang cuma geleng-geleng kepala. Hanya Andre, yang melihat sinis kearah Dani karena takut kalah taruhan.

      Kelas XII ips 3 pada hari itu sedang ada jam kosong, guru yang bersangkutan sedang mengikuti acara mentoring ke luar kota. Sehingga anak-anak kelas XII ips 3 bisa bercanda apa saja.

Tanpa sepengetahuan Dani,  Nadia  yang baru balik dari toilet menyaksikan kegiatan Dani dari kusen jendela kelas.

     “Astaghfirullahal ‘aziim…” gumam Nadia pelan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, perasaannya tidak enak. Lalu beranjak menuju kelasnya yang  bersebelahan dengan kelas Dani.

###

     Sore itu langit sedang diliputi awan hitam kelabu. Burung-burung beterbangan saling mengabari akan datangnya hujan yang lebat. Namun kabar burung itu seolah tak dihiraukan oleh seorang anak muda yang sedang duduk di bawah naungan pohon jati  yang rindang yaitu ditaman SMA KUSUMA BAKTI. Pemuda itu bertubuh jangkung dengan rambut jabrik. Pakaiannya tampak amburadul.

     Pemuda itu tak lain adalah Dani, dia sedang asyik-asyiknya menikmati sepotong rokok sendirian. Dalam-dalam dihisapnya benda kecil bernikotin tersebut melalui mulutnya yang sedari tadi kering . Lalu dihembuskannya menjadi gumpalan  asap putih.

     “Fyuh…” Dani menghela nafasnya. Terasa berat .

     “Tap tap tap…” suara derap langkah seseorang yang berjalan mendekat kearah tempat  Dani berada.

     “Dan, elo kok disini? Ngapain sendirian aja?” suara itu mengagetkan Dani. Danipun menoleh, dia menemukan seorang gadis anggun berjilbab.

      “Eh, elo Nad” jawab Dani tersendat. Dengan segera dia mematikan puntung rokoknya yang masih menyala.

      “Em… gue lagi nyantai aja disini abisnya bosen dikelas sih..” jawab Dani sekenanya.

      “Oh begitu ya..” ucap Nadia lembut diiringi dengan senyumnya yang manis. Dani pun membalas senyum manusia yang mirip bidadari itu. Selama ini hanya Nadia seorang, gadis manis yang berani berbagi dengan Dani. Tak lain karna Nadia merasa simpati dengan kondisi Dani yang tidak mendapat kasih sayang orangtuanya.

   “Em…Gue boleh duduk nggak nich…?” tanya Nadia penuh dengan basa-basi.

   “Of course..”  jawab Dani sambil menyingkirkan tasnya yang berada di kursi satunya lagi.

   “Thank you Dan…” ucap Nadia girang. Lalu duduk dan memberi jarak dengan Dani, yang bukan mahramnya.

     Angin sore bertiup dengan kencangnya. Menyibak ketiak  pohon dan merontokkan daun-daun yang sudah layu. Tampak indah sekali.

     “Oh ya Dan, tadi gue lihat elo ngasih duit ke Rian, duit itu buat apa Dan?” tanya Nadia penasaran. Dani langsung terperangah menerima pertanyaan itu. Dani tahu sekali, Nadia pasti akan marah besar jika dia mengetahui hal ini. Tapi Dani tak bisa  berbuat lain, selain jujur pada Nadia. Seperti  yang baru ini Nadia  ajarkan padanya, bahwa kita harus jujur  karna jujur membawa kebaikan.

     “Gue… Emm.. tadi gue taruhan sama temen-temen Nad.” jawab Dani terbata-bata. Raut wajah Nadia yang semula cerah ceria tiba-tiba berubah menjadi tegang karena mendengar berita itu. Nadia langsung menutup mulutnya, seakan tidak percaya dengan jawaban Dani tadi. Pandangannya beralih kebawah.

     “Kenapa elo  nggak kasih tau gue Dan..?” tanya  Nadia tegas.

     “Taruhan itu hukumnya haram. Dan itu adalah permainan setan.” jelas Nadia.

     “Iya Nad.. gue ngerti.”

     “Tapi gue janji Nad.. Gue janji nggak akan taruhan lagi.”

     Nadia masih bungkam, matanya menatap  nanar ke arah rerumputan ditaman. Dia tak berkutip. Hanya butir-butir bening yang mengalir  dari kedua  sisi matanya  yang mampu memecahkan suasana yang bisu.

    “Dan… Please…” Pinta  Nadia haru. Dani menoleh kearah Nadia. Tak percaya bahwa Nadia akan menangis . Nadia, gadis berjilbab itu peduli pada Dani bukan karena apa-apa. Melainkan ingin mengajak Dani menuju  jalan kebaikan.

    “Dan, Loe mau berubah kan..?” ucap Nadia terisak. Sesungguhnya Dani tak kuasa melihat Nadia menangis gara-gara masalahnya ini.

    “Iya Nad, gue mau merubah sifat gue yang selama ini melanggar ketentuan  Allah.” Jawab Dani yakin. “Gue nggak bakalan taruhan lagi. Ini taruhan gue yang terakhir.” ucap Dani meyakinkan Nadia. Nadia cuma mematung. Dengan segera Nadia mengusap lembut kedua matanya yang berlinang dengan air mata. Dia mengannguk pelan,  kemudian berdiri.

     “Baiklah, gue pulang dulu” ucap Nadia tanpa menoleh ke arah Dani. Lalu berlari meninggalkan Dani seorang diri.

###

   “YEEESSS…!!!” teriak Bimo histeris, adiknya Dani ketika menonton pertandingan sepak bola.

    “Kak, lihat nggak tuh, jagoan kita menang Kak…” seru Bimo histeris. Dani hanya mematung saja, tak ada reaksi sedikit pun. Pertandingan  sepak bola antara Manchester vs Barcelona pun tak dihiraukannya. Seakan menjadi tontonan yang membosankan. Tubuhnya ada dirumah akan tetapi pikirannya jauh melayang . Bayang-bayang  kejadian tadi sore tak dapat lepas dari benaknya.

    “Hoi…!Lagi mikirin siapa nih, sampe nggak minat nonton gitu…” ejek Bimo sambil melempar pop corn ke arah Dani. Pikiran Dani buyar. Dani pun menoleh, tak mau kalah dengan adiknya. “Eh, biarin. Terserah gue mau mikirin apa kek. Bukan urusan lo tau…” ejek Dani sambil menjulurkan lidahnya. Sekarang Dani yang memulai pergulatan dengan melempar bantal kea rah adiknya. Begitupun adiknya, saling lempar-lemparan. Mereka tertawa terbahak-bahak.

###

     “Syit..!!” ucap Andre geram. Dia mengepalkan kedua tangannya. Andre harus menerima kekalahannya. Impiannya selama pertandingan sepak bola ini melayang sudah. Sekarang yang terbesit diotaknya hanyalah Dani. Ya, ia ingin mencelakai  Dani dan merebut uangnya kembali.

          Diam-diam terbesit di pikiran Dani untuk menyedekahkan uang taruhan itu, tanpa bicara dulu dengan Nadia. Dani mengerti bahwa Nadia masih marah dengan kejadian kemarin.

###

     Malam itu angin berhembus dengan lembutnya, meniup-niup dahan pohon kelapa yang rindang . Bulan bercahaya dengan anggunnya, ditemani dengan millyaran bintang di angkasa. Sungguh indah.

        Waktu shalat Isya sudah tiba. Suara adzan mengalun dengan lembutnya, mengajak umat islam berbondong-bondong  untuk shalat ke mesjid.

     Dani bergegas mengambil air wudhu. Dengan pakaian taqwa, dia meninggalkan rumah menuju mesjid Al-Ihsan  yang tak jauh dari rumahnya. Tak lupa dia membawa uang hasil taruhannya itu, untuk disedekahkan.

      Jalan yang dilewati Dani sangat sepi oleh penduduk.

    “Sret sret..” suara derap langkah seseorang dibelakang Dani  terdengar sangat  pelan. Agaknya ingin mendekati Dani. Dani langsung membalikkan tubuhnya. Dia melihat dua orang yang berpakaian serba gelap yang satu berkepala botak dan yang satunya lagi dengan rambut dan jenggot yang tebal. Ya, mereka adalah preman yang ingin merampas uang taruhan Dani itu. Tak lain adalah orang suruhan Andre, teman Dani. Kedua preman itu tambah mendekat kearah Dani. Dani pun kaget dibuatnya.  Seketika preman itu ada dihadapan Dani.

   “Eh, ada apa ini? Ada urusan apa kalian sama gue? ” tanya Dani pada kedua preman itu.

   “Hehe” jawab preman yang berjenggot itu sinis. “Gue pengen duit yang lo bawa..!!” paksa preman itu.

   “Emangnya hak kalian apa?”

   “Udaah!  jangan banyak tanya loe. Sekarang serahkan duit itu pada kami!!” sekali lagi preman itu memaksa.

    “Nggak. Nggak bakalan. Sampai kalian…” suara Dani terhenti ketika preman yang botak itu menghadang Dani dari belakang.

    “BUG…!!!” suara hentaman pada punggung Dani sungguh keras. Tapi, siapa yang mendengar?

    Sekarang preman yang berjenggot itu mengambil alih, dia meninju wajah Dani, hingga pelipisnya berdarah. Preman satunya lagi meninju dada Dani sangat keras. Dani tak kuasa berucap satu patah kata pun. Kedua tangannya dibekap. Dia  tak sanggup melawan, meski dia dulu anak bandel yang suka berkelahi. Namun, segala kekuatannya itu tiba-tiba hilang. Satu-satunya yang ingin dia lakukan adalah sholat dan menyedekahkan uang itu. Tapi apa daya, tubuhnya digebuki sampai habis. Dan akhirnya Dani meninggal dunia.

     Allah Maha Tahu niat baik dari hambaNya. Apakah Dani masuk neraka ataukah masuk ke dalam perkampungan  yang indah disurga?

    Wallahua’lam… hanya Allah yang tahu.

by : Lilia Nurul Huda

Comments on: "Who Knows?" (4)

  1. sip,, cerpen yang bagus

    • ahahay…
      makasi ya mas 🙂
      ini masih permulaan.
      harus banyak mengolah kalimat lagi.. 🙂
      keep writing… 😀

  2. kazhima said:

    keren cerpen nya.. sip

Leave a reply to kazhima Cancel reply

Tag Cloud